Sabtu, 14 Maret 2009

Khutbah 001-002

Saat Perang dan Si Buta pun
Diwajibkan Salat Berjamaah

(Disampaikan pada Khutbah Jumat di Masjid Hidayatullah, Kandangan, Benowo, Surabaya, tanggal 1 Rabi’ul Tsani 1425 H / 21 Mei 2004)

Oleh Drs H Choirul Anam

SALAT merupakan rukun Islam yang paling agung dan paling penting setelah syahadatain. Dia merupakan pertanda keimanan seseorang. Siapa yang meninggalkannya, maka dia dianggap kafir.
Allah Berfirman: "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka saqar?” Mereka menjawab: “Kami dahulu termasuk orang-orang yang tidak mengerjakan salat.” (QS Al Mudatstsir 42-43).
Rasulullah Saw Bersabda: "Janji antara kita dan mereka adalah salat, maka siapa yang meninggalkannya, dia telah kafir." (HR Muslim). Beliau juga bersabda: "Antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan salat." (HR Ahmad dan Ahlussu¬nah yang empat dengan sanad yang sahih).
Karena tingginya kedudukan salat, maka dia diwajibkan langsung dari tujuh lapis langit. Dia juga merupakan amalan yang pertama kali dihisab dari seseorang pada hari kiamat. Jika sa¬latnya baik, maka baiklah seluruh amalannya, dan jika salatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalannya.
Salat diwajibkan kepada seluruh kaum muslimin yang bera¬kal, baligh, laki-laki maupun perempuan, diwajibkan dalam setiap keadaan, saat sehat maupun sakit, bermukim maupun sedang beper¬gian, saat aman atau ketakutan sesuai dengan kemampuannya.
Karena itu, marilah kita laksanakan baik-baik salat sesuai dengan syarat-rukunnya dan wajib-wajibnya jika kita benar-benar ingin menjadi orang beriman. Janganlah ucapan kita bertentangan dengan perbuatan kita, sehingga kita menjadi orang munafik, dan derajat kita jatuh di mata Allah Swt, Na'udlubillah.
Janganlah sampai kita menjadi orang beriman dengan kepalsuan yang mengaku muslim namun tidak mempraktekkan hukum-hukumnya, atau melaksanakan salah satu waktu salat, namun mengabaikan waktu-waktu lainnya. Karena semua itu bukan merupakan sifat-sifat muslim yang benar.
Padahal sifat muslim yang sebenarnya adalah tunduk patuh kepada Allah swt dan taat kepada-Nya kepada setiap apa yang diperintahkan, seperti di antaranya adalah menunaikan salat dan melaksanakannya sesuai waktunya.

Salat Berjamaah
Allah telah memerintahkan dalam kitab-Nya yang Mulia tentang wajibnya salat berjamaah bersama kaum muslimin, sebagaimana firman-Nya: "Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (QS Al Baqarah, 43)
Allah berfirman: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka yang salat besertamu sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadap musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum salat, lalu mereka salat bersamamu dan hendaklah mereka bersikap siaga dan menyandang senjata." (QS An Nisa 102)
Jika saat perang saja salat berjamaah tetap Allah perintah¬kan, apalagi jika dalam keadaan damai. Jika salat berjamaah boleh ditinggalkan, niscaya mereka yang sedang berada dalam barisan depan (peperangan) yang berbahaya dan khawatir diserang musuh lebih utama untuk meninggalkannya. Maka ketika hal tersebut tidak
dinyatakan, menunjukkan bahwa salat jamaah merupakan kewajiban yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan kecuali dengan udzur syar'i.
Rasulullah Saw telah menekankan wajibnya salat berjamaah kecuali jika ada halangan yang diperbolehkan syariat. Dalam hal ini sabdanya: "Siapa yang mendengar adzan, namun dia tidak meme¬nuhinya (dengan salat berjamaah di masjid), maka tidak ada salat baginya kecuali dia mempunyai udzur." (HR Hakim dan dia berkata haditsnya sahih dan disetujui oleh Adz-dzahabi).
Juga terdapat dalam sahih Muslim dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang yang buta berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya tidak ada yang menuntunku ke masjid, apakah aku mendapatkan keringanan untuk salat di rumahku?" Beliau bersabda: "Apakah engkau menden¬gar azan salat?" Dia berkata: "Ya", maka beliau bersabda: "Sambu¬tlah (dengan datang ke masjid salat berjamaah."
Bagi kita yang sering meninggalkan salat berjamaah, marilah kita perhatikan, seorang buta yang tinggal jauh dari masjid, tidak ada yang menuntunnya, sedang di tengah perjalanan terdapat pohon-pohon dan binatang buas, namun dia tetap diwajibkan Rasu¬lullah Saw untuk salat berjamaah, dan sebelumnya Allah telah mewajibkan orang-orang yang berperang saat menghadapi musuh.
Lalu bagaimanakah dengan kita yang sehat walafiat, aman, tinggal dekat dengan masjid, namun masih salat di rumah. Tidakkah kita takut kepada Allah? Tidakkah kita malu kepada Allah?
Karena itu, bagi kita kaum muslimin yang masih suka menunda salat, marilah kita berhati-hati, terutama salat fajar dan ashar hingga keluar waktunya dengan sengaja. Marilah kita bertaubat kepada Allah selama kita mampu untuk itu, sebelum kita berada pada hari kiamat, lalu berucap:
"Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang salih terhadap yang telah aku tinggal." (QS Al Mukminun 99-100).**



Takwa, Hawa Nafsu, dan
Pembagian Waktu bagi Orang Bijak

(Disampaikan pada khutbah Jumat di Masjid Hidayatullah, Kandangan, Benowo, Surabaya, tanggal 8 Rabi’ul Awal 1425 H / 28 Mei 2004)


Oleh Drs Imam Syuhada’

MARILAH kita meningkatkan iman dan takwa kepada Allah Swt dalam arti melaksanakan segala perintah-Nya dan men¬jauhi segala larangan-Nya. Sebab, hanya dengan itulah kita akan dapat hidup bahagia, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Janganlah sekali-kali kita meninggalkan dunia ini, kecuali dalam keadaan beriman dan Islam.
Dalam hal ini Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran 102).
Takwa juga dapat menumbuhkan amal-amal salih yang nyata sebagai pembuktian kebenaran iman. Sebab segala perbuatan dan amal manusia, baik maupun jahatnya memrupakan pencerminan imannya kepada Allah Swt.
Kemusyrikan dan kemaksiatan adalah merupakan penyakit hati yang dapat menggugurkan iman dan melepaskan sifat-sifat muttaqien. Bukan mustahil bahwa penyakit-penyakit hati yang demikian merupakan hasil bujukan syaitan yang mempengaruhi hawa nafsu insaniyah.
Hawa nafsu yang telah dipengaruhi syaitan ialah sudah pasti membawa kita kepada kesesatan dan akhirnya adzab dan siksa Allah juga akan kita rasakan. Sebagaimana Allah berfirman: “Maka plernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkan sesaat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberikan petunjuk sesudah Allah (membiarkan sesaat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS Al Jatsiyah 23).
Dari ayat tersebut, semakin jelaslah ia bukan lagi semakin jelas bahwa orang-orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya belaka pasti sesat dan semakin sesat. Jika sudah demikian keadaan seseorang, maka jelas ia bukan lagi sebagai manusia mukmin dan muttaqin. Na’udzubillaah min dzaalik.
Setelah kita mengetahui kejahatan dan bahaya memperturutkan hawa nafsu, maka sebagai mukmin dan muslim yang sadar hendaknya selalu berusaha menekan dan memerangi pengaruh hawa nafsu itu sendiri.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa jihad yang paling besar ialah memerangi hawa nafsu, sebagaimana sabdanya: “Kita kembali dari jihad kecil kepada jihad yang besar.” Sahabat bertanya: “Jihad apa yang lebih besar ya Rasulullah?” Beliau bersabda: “(Jihad yang besar) ialah memerangi hawa nafsu.” (HR Bukhari).
Di samping itu, dalam kesempatan ini, marilah kita ingat tentang pembagian waktu bagi orang-orang bijak. Dalam kitab Zabur, Allah mendiktekan wahyu kepada Nabi Dawud As: “Sesungguhnya orang berakal yang cerdik pandai itu tidak akan lepas dari empat saat: saat di mana ia menghadap Tuhannya, saat di mana ia membuat perhitungan atas dirinya, saat di mana ia pergi menemui para teman yang menunjukkan aib dirinya, dan saat di mana memisahkan diri dari kelezatan dari kelezatan hidup yang halal."
Pertama, dalam rangka menghadap Tuhan dapat dilakukan dengan cara berdzikir. Dalam hal ini segolongan hukama’ menyatakan: “Tiga hal dapat memecahkan gundah gulana, yaitu dzikrullah (mengingat Allah), menemui Wali-wali Allah, dan ucapan hukama’.”
Menghadap Tuhan juga dapat dilakukan dengan membaca firman-Nya. Telah banyak anjuran untuk membaca Firman-Nya atau Alquran ini, di antaranya Rasulullah pernah bersabda: “Hendaklah engkau membaca Alquran, sebab ia adalah cahaya bagimu di bumi dan simpananmu di langit.” (HR Ibnu Hibban).
Selain itu, dalam rangka menghadap Tuhan juga dapat dilakukan mengadukan hal ihwal hidupnya (bermunajat) kepada Allah. Misalnya dengan membaca semacam: “Ya Tuhan penolong setiap orang yang merana meronta, ya Tuhan yang mengabulkan setiap doa orang sengsara, ya Tuhan yang Maha Bijaksana terhadap setiap orang yang bersalah dan durhaka, ya Tuhan yang mencukupi setiap orang yang lebih mementingkan-Mu ketimbang dunianya, aku mohon kepada-Mu untuk dapat mencapai sesuatu yang tak dapat aku gapai tanpa pertolongan-Mu, dapat menolak sesuatu yang tak mampu aku menolak tanpa kekuatan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang penuh sejahtera dan kesejahteraan di atas semua yang mempunyai belas kasih.”
Kedua, dalam rangka membuat perhitungan dapat dilakukan dengan cara mencatat semua perbuatannya, kemudian dilakukan perhitungan pada ujung siang dan ujung malam. Dengan begini akan jelas yang ia lakukan, bersyukur atau justru istighfar (mohon ampunan dosa).
Ketiga, menemui teman yang menunjukkan aib-aib dirinya, hal ini agar dapat kita memperbaiki diri kita sendiri. Sehingga kualitas hidup kita akan semakin baik. Hari ini akan lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok akan lebih baik dari hari ini, dan seterusnya, dan selalanjutnya.
Keempat, memisahkan diri dari kelezatan hidup yang halal, di antaranya adalah dengan melaksanakan puasa-puasa sunah, seperti puasa hari Senin dan Kamis, puasa setiap tanggal 13,14, dan 15, puasa di bulan Rajab, dan sebagainya.**




Tidak ada komentar:

Posting Komentar